“Akhir Sebuah Penantian”
“Hai mbak…Gimana kabar…?”
Sebuah pesan singkat tiba-tiba masuk ke inbox Citra. Pesan singkat dari Seto maryadi, suami dari Anissa Rumina.
“Eh Seto.. Aku baik-baik saja kok…” Balas Citra singkat.
“Maaf ya mbak tentang kejadian kemaren…” Pesan Seto lagi.
“Hihihi… Iyaa…”
“Sepertinya aku terlalu kelewatan mbak…”
“Halah… santai saja Set…Mbak nggak apa-apa kok…”
Sebenarnya Citralah yang harusnya berterima kasih pada Seto. Gara-gara melihat photo penisnya, Citra bisa mempunyai mainan baru yang bisa memuaskan dahaga birahinya setiap saat. Mainan itu adalah penis Pak Utet. Yah, walaupun kelihatannya penis Pak Utet tak sebesar penis Seto, tapi paling tidak, penis lelaki tua itu lebih besar dari milik mas Marwan.
“Enggak mbak… Aku harusnya minta maaf….”
“Haduuh…Apaan sih Set… Udah udah. Nggak usah dipikirin lagi kali… Hihihi…”.
“Aku khawatir kamu marah mbak. Soalnya beberapa hari ini kamu sama sekali nggak ngabar-ngabarin aku…” Jelas Seto, “Apalagi sekarang kalo aku lihat… Kamu sudah punya gandengan baru..”
“Gandengan baru…?” Tanya Seto penasaran.
“Iya… Bapak-bapak tua yang setiap hari selalu datang kerumahmu pagi-pagi….”
“Owalaaaah…. Itu mah Pak Utet.” Jelas Citra, “Dia cuma mbantuin aku nganter jemput ke kantor aja kok…. Nggak lebih” Bohong Citra. Tak mungkin ia menceritakan kenakalan dirinya dengan Pak Utet.
“Tukang ojek…?”
“Hihihi.. Iya deh… Tukang ojek..”
“Masa cuman tukan ojeh sih mbak…? Kok sepertinya kamu mesra sekali ama lelaki tua itu…?”
“Hihihi… Cembuuruuu nih yeee…” Goda Citra.
“Hmmm Enggak sih.. Belom…” Jawab Seto sok tak peduli.
“Hihihi… Beneran nih nggak cemburu…?”
“Hmmm. Dikit sih…. Hehehehe…” Kata Seto mengaku,” Tapi walau cuman ojek, belakangan ini aku jadi nggak bisa nganter bidadariku mbak. Aku kangen ama bidadariku yang cantik…” Puji Seto mulai melancarkan jurus rayuan mautnya.
“Halaaaah… Mulai deh… Gombalnya keluar….”
“Beneran mbak. Aku kangen pelukanmu…..”
“Hihihi… Bilang aja kamu pengen ngerasain empuknya tetek besarku… Iya khaaaaann..? Ngaku ajalaaah… Hihihi….” Celetuk Citra vulgar.
“Hehehehe…. Iya sih…. Kangen empuknya….”
“Lagian… Kamu sendiri juga nggak pernah ngabarin aku..”
“Iya mbak maaf…. Khan udah aku bilang tadi… Aku pikir, aku agak keterlaluan ketika mengirim photo kontolku ke kamu.. ” Jelas Seto lagi, “Karena setelah itu, mbak sama sekali tak pernah membalas pesan-pesanku lagi…”.
“Kamu ternyata perhatian sekali ya Seto…” Batin Citra. Sebenarnya bukan Citra yang tak mau membalas. Melainkan ia benar-benar tak memiliki waktu untuk bisa bermesum ria dengan handphonenya lagi. Terlebih dengan adanya Pak Utet di sekitarnya yang selalu meminta jatah ketika mereka sedang sendiri di kantor.
“Mbak… ” Panggil Seto lagi melalui pesan singkat.
“Yaaa…?” Jawab Citra.
“Boleh nggak…?” Tanya Seto, mencoba membuat Citra penasaran.
“Boleh apa….?” Balas Citra.
“Boleh nggak kalo nanti malam aku ajak kamu jalan…? Aku mau minta maaf…”
“Khan udah aku maafin Set…”
“Ayolah mbak… Aku mau bener-bener mau minta maaf…”
“Hmmm.. Gimana ya…? Sepertinya aku ada perlu deh…..” Balas Citra mencoba menggoda Seto.
“Ayolah mbaaak… Pleeeaaaaseeeeee…. Ayo mbaaak….”
“Hmmm… Okedeh… Tapi kamu jemput aku ke kantor ya…”
“YEEESSSSS….Asyeeekk.. Makasih ya mbak…”
“Iyaaa…”
‘”Aku sayang deh ama kamu mbak…”
“Gombaaaalll…”
Hehehe… Tunggu aku nanti malam ya mbakku sayaaangg…”
Melihat jawaban-jawaban Seto, seketika hati Citra menjadi berbunga-bunga. Ia seolah seperti kembal ke masa pacaran dulu.
***
“Hai mbak… Aku udah di depan kantormu nih… Yuk…” Tanya suara lelaki dari ujung telephon.
“Itu suara Seto…” Batin Citra girang, “Enggak kok Set…. Ini juga baru kelar mberesin file… Tunggu bentar ya…”
KLIK.
Secepat kilat, Citra membereskan semua barang-barang yang masih berantakan di atas meja kerjanya, memasukkan semua handphone dan dompet ke dalam tasnya, mematikan komputer kerjanya dan langsung meninggalkan kantor.
“Nardi, Oji, Burhan, Ijul, Hendro, Minda aku pulang dulu yaaa… Udah dijemput…” Pamit Citra kepada semua teman kerjanya.
“Iyaaa Citraaaaa….” jawab mereka serentak,
“Eh Cit… Tunggu… ” Panggil Minda, teman dekat Citra satu-satunya dikantor ini, “Aku juga mau pulang…. Bareng donk…”
“Yaudah… Yuk…”
“Cie…Cie…Suami pergi, istri senang-senang nih ceritanya…Hihihi…” Celetuk Minda tiba-tiba ketika melihat Seto melambai kearah mereka dari kejauhan.
“Hihihi. Kaya kamu enggak aja…” Balas Citra
“Yeee beda dooonk… Kalo mas Anwar khan emang pelaut cit, jadi aku sering ditinggal pergi…” Bela Minda, “Eh kenalin dong Cit…”
“Udah lama Set…?” Tanya Citra basa-basi, ” Eh iya… Ini ada yang mau kenalan nih…”
“Minda Ratnawati…” Kata Minda yang langsung mengulurkan tangan mungilnya, memperkenalkan diri.
“Seto Maryadi…” balas Seto sambil menjabat tangan Minda.
Melihat Seto bersalaman dengan minda, entah kenapa tiba-tiba Citra merasa cemburu. Buru-buru ia melepas tangan mereka berdua.
“Udah-udah… Nanti malah kesetrum…. Hihihi..” Selak Citra.
“Hihihihi…. Ada yang posesif nih yee…” Celetuk Minda
“Hahahaha… Apaan sih….?” Jawab Citra.
“Iye..Iye… Nggak bakalan gw ambil kok Cit… Hihihi…”
“Udah ah… kalo ngobrol mulu kapan jalannya nih…”
“Hihihihi… Iyeeeeee…. Yauda gih, sana jalan….”
Ketika Citra akan naik keatas motor Seto, tiba-tiba, entah darimana Pak Utet muncul diantara mereka.
“Loh neng Citra ga pulang bareng bapak…?” Tanya Pak Utet mencari tahu.
“Eh iya pak…. Saya baru inget… Hari ini saya ada janji pergi kerumah temen pak…” Ucap Citra bohong, “Nanti bapak langsung pulang aja yaa…”
“Kalo mau, bapak bisa anterin kok Neng…” Ucap Pak Utet tak mau menyerah.
“Nggak apa-apa pak… Aku sudah ada yang anterin…” Tolak Citra halus.
“Beneran Neng… Bapak anterin aja ya…”
Tak menjawab, Citra hanya tersenyum sambil menggeleng lembut.
“Ooohh gitu… Yaudah Neng… Hati-hati di jalan ya…” Ucap Pak Utet sopan seraya berlalu meninggalkan mereka bertiga.
“Ngotot banget tuh bapak tua Cit… Kok sampe ngebet banget nganterin kamu pulang…?” Tanya Minda dengan nada dan pandangan curiga.”Kamu pelet ya…?”
“Hihihii… Iya donk… Nih… Weeeee….” Jawab Citra santai sambil menjulurkan lidahnya.
Citra tahu mengapa Pak Utet ngotot banget untuk mengajak dirinya pulang bareng bersamanya. Karena seharian ini Citra sama sekali tak menggubris keinginan lelaki tua itu ketika ingin menyetubuhinya dikantor, otomatis nafsu birahinya pasti sudah melambung tinggi.
Berulang kali Pak Utet mengirimkan kode-kode permintaan seks buat Citra, tapi ia tak membalas sedikitpun. “Hari ini aku mau jalan dengan Seto paaaak..” Ucap Citra dalam hati, sambil berusaha terlihat sibuk. “Lagian tadi pagi khan kontol gatelmu sudah dapet jatah….”
Dan seolah tahu dengan maksud Citra, Pak Utet mencoba untuk mengerti, jika Citra sudah terlihat sibuk begitu itu artinya, ia menolak ajakan mesumnya dengan cara yang halus.
“Hahahaha… Yaudah… Ati-ati dijalan ya… Seto…” Wanti Minda, buat Seto.
“Loh kok Seto yang diperhati’in..?”
“Aaahh… Khan kalo ama kamu bisa ketemu kapan aja… Hihihi..” Geli Minda
“Huuuuuu……..” Balas Citra sambil melambaikan tangan.
***
“Hari ini kamu cantik sekali mbak…” Rayu Seto.
“Ooohhh jadi kemaren-kemaren aku biasa aja nih…?”
“Hahahaha…. Enggak mbak… Bukan begitu… Hari ini cantikmu melebihi hari-hari kemaren…” Canda Seto yang tiba-tiba memeluk rubuh ramping Citra.
“Iiiihhh… Genit ah… Baru juga jalan udah peluk-pelukan gini…” Kata Citra genit.
“Hehehe…. Jujur ya mbak… Akhir-akhir ini aku tuh kangen banget ama kamu.. Jadi pas malam ini aku bisa ajak kamu jalan, rasanya tuh…. Luuuar biasa senengnya…”
“Kangen apa nafsu? Sampe keras gitu… Hihihi..” Celetuk Citra.
“Loh… Kok kamu tau mbak…? Emangnya keliatan ya…?” Kata Seto yang buru-buru membetulkan posisi selangkangannya.
“Gimana nggak keliatan…? Wong ngejendol gitu… Hihihi..” Jawab Citra sambil menunjuk tonjolan penis di pangkal kaki Seto.
“Waduh….”
“Emang kamu ga pernah pake celana dalem ya…?”
“Engga…” Jawab Seto singkat, “Habisan celana dalem biasanya bikin kontolku kesempitan. Jadi susah ngacengnya…. Hehehe…”
“Huuuu… Ngacengan….” Seloroh Citra, ” Genit sih…. “.
“Nggak apa-apa kali mbak… Namanya juga lagi jalan ama bidadari, jadi kalo ngaceng ya wajar. Hehehe..”
“Idih… Malu-maluin deh…”
“Malu apa maauuu…?” Goda Seto, “Beneran nih mbak… Aku sepertinya sedang jatuh cinta ama dirimu…”
“Dasar playboy… Jatuh aja sendirian, biar sakit… ” Gemas Citra sembari mencubit pinggang Seto.
“Wadooowww… Pedesnyaaaa… ” Kata Seto yang akhirnya semakin mempererat lelukan tangannya ditubuh Citra, “Aku cinta kamu mbak..”
“Aku enggak… ” jawab Citra judes.
“Hahahaha… Muuuuuaaaah… “
Tiba-tiba, Seto mengecup pipi Citra mesra, “Aku sayang kamu… Mbak cantikku…”
Merasa pria yang sedari dulu ia kagumi berkata seperti itu, membuat Citra seolah dimabuk kepayang. Detak jantungnya memompa darah begitu cepat, membuat wajah cantik istri Marwan itu bersemu merah.
Akhirnya pintu theater dibuka. Seto yang merasa mengajak Citra mencoba memberikan pelayanan ekstra kepada wanita pujaannya itu. Walau ia tak membawa banyak uang, paling tidak cukup untuk membeli minuman dan makanan kecil pelengkap nonton.
“Yuk mbak… Filmya sudah mau mulai….” Ajak Seto.
Di dalam bioskop, Seto sengaja memilih tempat duduk di bagian bawah, jauh dari penonton yang lain. Dalam gelap, mereka berdua mulai tenggelam dalam perselingkuhannya. Saling goda, saling raba, dan saling rayu.
“Kamu cantik mbak… ” Selah tak ada bosan-bosannya, Seto selalu mengucapkan kalimat itu, “Beruntung sekali lelaki yang bisa mendapatkanmu… Seperti diriku malam ini… Aku benar-benar beruntung….” Ucap Seto lagi sambil meremas tangan Citra, lalu mengecupnya pelan.
Sembari menunggu filmnya mulai, Seto mencoba mendekatkan diri. Berulang kali lelaki playboy itu memuja kecantikan Citra.
“Akhirnya… Malam ini akhirnya aku bisa juga mengajak kencan dengan wanita impianku….” Batin Seto sambil berulang kali menciumi tangan mulus Citra. Tak henti-hentinya, Seto mengagumi kesempurnaan tubuh wanita yang ada disampingnya itu. Kulitnya putih, bersih, mulus. Wajahnya ayu, bibirnya tipis, rambutnya panjang. Dan yang paling membuatnya sering menelan ludah birahi adalah, payudara Citra. Payudara berukuran ekstra besar itu selalu berhasil membuat benih-benih suburnya terbuang percuma dikamar mandi.
Tak lama, lampu bioskop pun meredup, tanda film mereka segera diputar.
“Aku sayang kamu mbak… ” Kecup Seto dipipi Citra seraya mulai memeluknya erat. Sepertinya Citra dan Seto sudah mulai tak tertarik dengan apa yang sedang ditayangkan di layar lebar. Perlahan, pelukan Seto berubah menjadi usapan, rabaan, dan remasan. Perlakuan Seto yang benar-benar gentlemen bak pangeran, membuat Citra semakin terbang ke langit saking senangnya. Ia semakin terpesona. Dibiarkannya tangan Seto yang mulai merabai dirinya.
“Kecantikanmu membuatku bingung mbak…” Kata Seto yang terus menciumi tangan Citra, “Aku tak tahu harus melakukan apa supaya bisa mendapatkan hatimu mbak…” Tambahnya lagi sambil mengusap rambutnya.
Tiba-tiba Seto muncium bibir Citra. Melumat bibir tipis itu dengan basah.
“Aku sayang kamu mbak…” ucapnya lagi. Seraya sesekali memaksakan lidah basahnya masuk kedalam mulut Citra, mengajak wanita cantik itu untuk mengadu lidah.
Melihat Seto yang sudah begitu bernafsu, mau tak mau membuat Citra ikut panas juga. Iapun mulai membuka katupan bibir tipisnya dan membalas gulat lidah Seto sambil meremas kepala belakangnya dengan gemas.Tak lama, kedua insan itupun mulai asyik saling cium, saling peluk, dan saling raba.
Tenggelam dalam nafsu, kedua insan yang sedang jatuh cinta ini seolah gak lagi peduli akan film yang sedang mereka tonton. Seto juga berulang kali menciumi leher jenjang Citra, mengirim setrum-setrum nikmatnya asmara terlarang ke wanita cantik disampingnya itu. Tangannya juga mulai meraba payudara besar Citra dari luar blouse tipisnya, membuat Citra semakin kegerahan karena birahi.
“Astaga… Kamu cantik sekali mbak… ” Kata Seto lagi, ” Dan tetekmu…. Tetekmu besar sekali mbak… Membuatku nafsu banget….”
“Hooohhmmm… Aku juga Set…”
Tiba-tiba Seto meraih tangan Citra, lalu meletakkan di selangkangannya. “Mainkan mbak, jangan diam saja… Kocokin kontolku….”
“Astaga Set… Besar sekali…” Pekik Citra kaget ketika tangan berjemari lentiknya menyentuh batang hangat yang begitu keras, keluar dari resleting celana Seto.
Entah sejak kapan Seto mengeluarkan batang penisnya dari dalam celana. Walau dalam kegelapan ruang bioskop, penis Seto masih terlihat begitu gagah, menjulang tinggi jauh melewati sabuk celananya. Tertimpa sinar temaram layar bioskop, kepala penis itu begitu mengkilap.
“Seto sudah benar-benar terangsang…” Girang Citra dalam hati sambil berulang kali mengusap precum yang terus menerus keluar dari ujung mulut penis lelaki pujaannya itu. Sekilas, saking besarnya diameter batang penis Seto, Citra seolah menggenggam pergelangan tangannya sendiri.
“Besar Sekali kontolmu Set…” Puji Citra yang terus menerus membolak-balik batang penis yang ada di genggamannya. “Emang memek Anissa ga sakit ya kalo kamu sodok pake kontol segedhe ini…?” Tanya Citra lagi penasaran.
“Hehehehe…. Awal-awal dulu sih dia hampir seminggu nggak bisa jalan mbak…?”
“Maksudnya…?”
“Memeknya bengkak..”
“Serius…?”
Jika dibandingkan, Citra merasa minder dengan Anissa. Penis suami mereka berdua bak langit dan bumi. Penis Marwan yang mungil berasa tak ada paa-apanya jika dibandingkan penis besar Seto. Karena ukurannya tak ada setengahnya.
“Ayo mbak… Kocokin yang kenceng… ” Pinta Seto singkat sambil buru-buru melepas ikatan sabuk celananya, lalu ia membebaskan seluruh organ kejantanannya keluar dari celananya, ” Remasin telorku juga mbak…”
“GILA… INI BENAR-BENAR GILA…” Ucap Citra dalam hati, “Aku sedang melakukan hal mesum ditempat umum dengan lelaki yang bukan suamiku… “
“Santai saja mbak… Mereka nggak bakalan mengganggu kok…” Ujar Seto, seolah tahu kekhawatiran Citra, “Mereka juga melakukan hal yang sama…”
“Benar juga…” Batin Citra setelah ia menengok ke sekeliling.
Tak jauh dari tempatnya duduk, terlihat beberapa pasangan yang juga telah mulai melakukan hal mesum yang sama dengan yang Citra dan Seto lakukan. Seperti cewek gendut di samping Citra yang sudah mulai menaik turunkan kepalanya, mengoral penis pasangannya. Bapak tua di belakang Citra, sudah mulai menciumi payudara wanita muda dengan ganas. Dan tak jauh didekat bapak tua tadi ada pasangan muda yang juga sudah mulai berciuman hebat, bergulat dalam nafsu tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya. Walau di bioskop itu ada petugas yang menjaga, namun sepertinya ia tak mempedulikan dengan apa yang dilakukan para penonton.
“Terus mbak… Kocok yang kenceng… Shhh….” Pinta Seto
Citra hanya tersenyum sambil mengangguk pasrah. Jari jemarinya menari-nari sepanjang penis Seto, mengikuti urat-uratnya yang bertonjolan, seraya sesekali meremas dan mencubit testis penuh rambut milik Seto. Dengan terus membisikkan rayuan-rayuan maut, Seto berinisiatif, ia mulai membuka kancing blouse Citra satu persatu, hingga menampakkan bulatan payudara Citra yang terperangkap tangkupan bra.
“Kulit tetekmu putih banget mbak… Mulus…” Puji Seto sambil mengecupi bra dan payudara Citra. Dengan gemas, Seto meremasi payudara Citra dari luaran branya.
“Aku buka bra mu ya mbak…?”
Hanya anggukan pasrah yang dapat Citra berikan.
Dengan satu sentakan, Seto mengangkat bra Citra ke atas, membebaskan gundukan daging kebanggaan Citra. Seketika itu, kedua payudara Citra meloncat, turun kebawah dan menjuntai dengan indahnya.
“Cuuupp… Tetekmu indah sekali mbak… Besar… Empuk…” Kecup Seto berulang kali sambil mengusapi puting Citra yang sudang mengacung keras.
“Ohhh Seeetooo… Ssshhh… “Ujar Citra sambil meremas rambut suami temannya itu.
Walau ini bukan perselingkuhan pertama Citra, namun perlakuan lembut Seto membuatnya berdebar tak karuan. Birahinya melambung begitu cepat, jauh lebih cepat daripada dibandingkan dengan perselingkuhan-perselingkuhan sebelumnya.
“Enak sekali Seeeet… Terusss…” Desah Citra keras tanpa malu, seolah mulai tenggelam dalam birahinya.
Tiba-tiba Seto melahap seluruh payudara kiri Citra, lalu dengan kecepatan tinggi ia memasukkan tangan kikrinya kedalam rok pendek Citra. Dielusi paha dalam Citra sambil terus melumat payudaranya. Sembari mengelusi menikmati kehalusan paha dalam Citra, jemari Seto dengan lincah mulai menyelinap masuk semakin jauh kedalam celana dalam Citra.
” Woow… Gundul…” Ujar Seto yang merasa jemarinya sama sekali tak menemukan sehelai rambutpun di kemaluan Citra, “Licin banget mbak.. Kaya memek anak SMP….”
“Eeehhmmm. Enak banget Set…” Desah Citra keenakan, “Terusin sayang… Mainin Itilku…” Lenguh Citra disela-sela aktifitas meremas dan mengocok penis Seto
“Kamu udah horny ya mbak…?” Tanya Seto penasaran, “Memek kamu sudah basah banget…” Kata Seto lagi sembari mentowel-towel tonjolan klitoris wanita Citra yang mulai menegang keras. Membuat celah kewanitaan Citra semakin membanjir basah.
Iseng, Seto sengaja menggesek-gesekkan jari tengahnya di sepanjang mulut vagina Citra, mengorek lelehan lendir yang keluar dari liang kenikmatannya. “Lendir kamu enak banget mbak…” Kata Seto sembari mengecapi lendir yang ada di jemari tangannya. “Wangi juga….”
“Ooohhh… Suka kamu Seet..? Oohhmm… Gosek terus Settt…”
“Suka banget mbak…. Pasti rasanya juga Eehhhmmmm…. Legit ya mbak….”
Tak mampu berkata apa apa, Citra hanya bisa menggigit bibir. Kepalanya mengangguk-angguk mengiyakan.
“Hehehe…. Nakal….Sluuurrrppp…. Ccup cuppp…. Sluuurrrpp…” Suara mulut Seto yang kembali sibuk menyeruput puting payudara Citra.
“Jilat terus set… Jilat sesukamu…” Desah Citra manja.
NCAK NCAK NCAK NCAK… Suara basah kemaluan Citra yang juga mulai dikobel jemari Seto.
“Seto….Oooohh… Terus Set…” Erang Citra sambil meremasi rambut Seto. Membenamkannya dalam-dalam kearah payudara empuknya.
Tiba-tiba, tubuh Citra menggeliat,dan mulai bergetar. Rupanya, gelombang orgasme Citra mulai menyapanya.
“Entot aku Set..” Pinta Citra Tiba-tiba, “Aku udah nggak kuat lagi…”
“Beneran mbak….?”
“Ayo buruan… Aku udah bener-bener nggak tahan…”
Melihat penonton lain juga banyak yang tak konsen, membuat kenakalan Citra mulai tak terkendali. “Yuk Set… Entot aku sekarang….”
Akhirnya dengan gerakan cepat, Citra dan Seto segera melepasi bawahan mereka masing-masing. Seto menurunkan celana kainnya hingga sebatas paha, dan Citra buru-buru melepas celana dalamnya lalu menyimpannya ke dalam tasnya.
Dengan senyum birahi yang mengembang lebar, Seto lalu meminta Citra supaya berpindah untuk duduk diatas pangkuannya. Tanpa basa-basi Citrapun langsung mengiyakan. Dibantu jemari tangan lentik Citra, ia lalu menidurkan batang penis seto searah dengan lubang vaginanya lalu mendudukinya. Rupanya Citra ingin merasakan kenikmatan gesekan urat penis seto terlebih dahulu.
“Ohhh mbak… Enak bangeeet….” Ucap Seto yang mulai mencumbu leher jenjang Citra sembari memeluk wanita bertubuh ramping itu dari belakang. “Yuk mbak masukin… udah basah banget nih kontolku….” Kata Seto sembari terus meremasi kedua payudara Citra yang sudah terekspos jelas, sambil mempermainkan puting payudaranya.
Akhirnya, setelah merasa batang Seto sudah cukup basah oleh lendir kewanitaannya, dengan satu gerakan singkat, Citra mulai mengangkat pinggulnya dan mengarahkan kepala penis Seto kelubang vaginanya..
“Hmmmpppfff… Erang Citra ketika kepala penis Seto mulai membelah liang vaginanya lebar-lebar. “KONTOLMU BESAR SEKALI SEEETTT….” Raung Citra lagi.
Kelojotan tak karuan. Citra seolah sedang berusaha memasukkan botol minuman mineral ke dalam vaginanya. Besar sekali, sampai-sampai perlu beberapa kali tusukan hingga kepala penis Seto mulai bisa melewati gerbang kemaluan Citra.
“Ooooogghhhh… Mbaaakkk… Sempit bangeeettt…” bisik Seto yang merasakan jika batang penisnya melengkung-lengkung ketika ingin memasuki lubang kenikmatan Citra yang berukuran kecil.
Susah sekali. Walau vagina sempitnya sudah benar-benar basah, tetap saja kepala penis Seto tak dapat menerobos masuk.
“Mungkin kontolku masih kurang basah kali mbak….” Bisik Seto mencoba mencari titik permasalahannya.
Tak ingin membuang banyak waktu, Citra segera mengulangi gerakan maju-mundur pinggulnya, mencoba membasahi kepala penis Seto dengan bibir vaginanya lagi. Dan setelah beberapa kali usapan basah itu melumuri penis Seto, dengan satu gerakan pinggul, Citra menaikkan lagi pinggulnya dan berusaha menancapkan penis Seto kedalam vaginanya lagi.
“Heeeeeekkkkhhh…?” Erang Citra terheran-heran, ” Padahal sudah tiap hari kontol besar pak Utet membongkar vaginaku… Tapi kenapa kontol Seto tak juga bisa masuk..?”
Karena Citra tak juga berhasil memasukkan penisnya, mau tak mau membuat Seto gemas. Sembari terus mengecupi tengkuk Citra, Seto pun meraih pundak wanita cantik itu. Lalu dengan satu gerakan singkat, Seto menurunkan pundak Citra keras-keras kebawah, memaksa bibir vagina Citra yang masih sempit supaya menerima tusukan penis keras Seto lebar-lebar.
“OOOHHHHH….. HHHHEEEEEEEEEGGGGGHHHHHH……” Erang Citra Spontan yang disusul dengan teriakan kesakitan, “AAAAARRRRRGGGGHHHHH…..” Dengan keras, Citra membenamkan cakaran kuku tangannya ke paha Seto, menandakan jika sakit yang ia terima tidaklah main-main.
Karena merasa kesakitan, Citra berusaha bangkit dari pangkuan Seto, namun tak diperbolehkan. Tangan Seto tetap menahan Citra supaya tetap posisinya. Karena sudah kepalang tanggung, Seto kembali memaksakan kepala penisnya supaya dapat bisa segera bertamu ke liang vagina Citra.
“SSSSSHHH…. SEEEETTTT…. GA MUUUUAT SEEETT….” erang Citra kesakitan sambil terus mencengkeram paha Seto. Dengan satu tangan Citra mencoba menutup mulutnya, berusaha untuk menyamarkan erangan-erangannya. Beruntung, suara teriakannya agak teredam oleh suara bising film. Sehingga tak seberapa ketara oleh penonton bioskop lainnya.
“Sabar mbak… Tahan bentar yaa…” Kata Seto sembari kembali menurunkan pundak Citra kebawah.
“….. HHHHEEEEEEEEEGGGGGHHHHHH……” Sekali lagi Citra mengerang tertahan.
CLEEPPPP
Akhirnya, usaha Seto mulai membuahkan hasil, dengan usaha yang cukup keras kepala penis berhasil menerobos ketatnya gawang pertahanan vagina Citra.
“OOOuuuuuggghhh…. Legit banget memekmu mbak..” Ucap Seto agak lega.
“Saakiiiit…”
“Iya mbak… Tahan yaaaa…. ” Ucap seto lagi sembari terus berupaya menurunkan pundak Citra supaya semakin turun kebawah. “Ayo renggangin tangannya mbak… Biarin memekmu menerima tusukan kontolku.
“Pelan-pelan Seeett… Saaakiiiiiittttt… Hhhh..Hhhh… ” Bisik Citra berusaha tenang sambil mencoba menyesuaikan diri dengan penis besar Seto, “Bisa sobek deh memek aku…”
“Tahan ya mbaaakku sayaaanggg…. Bentar lagi pasti terasa enak…”
“Kena sodokan kontolmu, aku seperti berasa perawan lagi Set…”
***
Sambung ke part 6